Postingan

Menampilkan postingan dari 2011

Mistikus

"ku katakan,.. jangan kau mengatakan karena berucap pun tak menghapus sunyi ini.." aku kembali melangkah, setelah semua episode terhenti angin berhenti sungai terhenti laut pun mati Tak peduli! langkah ini tak kenal istirahat aku tak seperti film-film itu! tak mengenal kata tamat.. jalan ini tak putus semangat ini belum pupus gairah ini masih rakus Tetapi setidaknya kamu mengingatkan bahwa malam ini.. aku bisa menjelma menjadi hewan.. "ku katakan,.. jangan kau mengatakan.. karena berucap pun tak menghapus sunyi ini.." 5 November 2011

Senja di Penggorengan

Pandanglah sepuhan keemasan seperti bulan tenggelam di penggorenganmu. Sepuhan keemasan dari lempeng wajan hangus milik tetangga kita. Suami istri yang sering bertengkar itu. Bermimpilah bahwa itu adalah senja. Senja yang mendidih bermandi letupan-letupan minyak. Minyak yang entah berapa kali kau pakai menggoreng ikan. Hembuskan nafasmu pelan, lalu hirup dengan tenang. Bayangkan bau sisa ikan itu adalah udara senja di desa kita. Senja yang jauh lebih indah dari negeri senja milik Seno Gumira. Senja yang tak hanya memancarkan siluet-siluet rindu, tapi juga seperti flaskdisk kenangan. Flashdisk yang berisi satu gigabyte kebahagiaan kita. Keceriaan yang disaksikan dinding reyot gubuk kita. Pada setiap senja hingga azan subuh seketika menggema. Pada desahan kita, saat mereguk kenikmatan di atas balai berlapis kain spanduk para demonstran. Dan ini, ku berikan senja yang sudah matang di penggorenganmu. Tak usah pakai piring, cukup kertas bekas nasi uduk sepekan lalu itu. Ayolah, ...

Tak Seumur Charil Anwar

aku datang lagi  datang tak hanya untuk memungutmu  tapi juga untuk menculik jiwamu.  meski kutahu, jiwamu tak tak mampu kupikul. masih kutemukan sisanya di ujung koran bekas,  di balik tembok retak, dan di sela jemari kuli bangunan.  yah, itulah jiwamu, jiwa terpecah...  biarlah jiwa itu bersemayam pada sejarah. memicu tragedi seperti anjing kelaparan,  mengoyak daging pengkhianatan,  membunuh pelacur-pelacur tanah kelahiran.  jika Chairil Anwar ingin hidup seribu tahun lagi,  aku ingin jiwamu hidup dua ribu, tiga ribu,  bahkan sepuluh ribu tahun lagi.  karena akan kuwariskan pada anak cucu  sampai tirus generasiku  bukannya aku serakah  tapi buat apa aku hidup hanya membawa sekarung jiwamu!  dan buat apa aku hidup bila tak berbekas!!  aku ingin menjadi bagian dari sejarah  walau setitik pada jiwamu..  di sela jemari kuli bangunan itu..  09102011  tris...

reinkarnasi

di antara deretan janji tanah merah, kuselipkan kepingan rasa dalam dogma. Pada lima ratus tahun sebelum tuhan berpikir untuk membuat kita. Di masa sebelum silsilah mengaduk darah perbedaan kita. sengaja ku berlumur setia pada endapan tanah hujan november. Sebab rinai tak lelah menguji. Dan kemarau mewabah keputusasaan. hanya satu; tetap menjaga rasa itu tak terkikis. tak sekedar berada, rasa dahulu harus terpenjara. kukuh di tanah peraduan kita. meski berubah warna, meski tertimbun rerumputan, semak belukar, bebatuan cadas, dan padang darah korban perang. kita harus tetap ada, sampai di saat jeritan ibunda menyambut kelahiran kita. Beserta tangisan melahap keriput dunia. kemudian terjaga pada mantra nyanyian bunda. menunggu isyarat janji nan lampau. nyanyian bunda memompa hasrat untuk mereguknya. terus mencari walau kaki tertumpu duri mawar hitam. demi kepingan rasa di antara sisa tanah merah. tanah bekas pahatan tuhan. TRI SUHARMAN jkt 07082011

padang langit

di tengah padang langit aku menunggumu bertengger pada ufuk. menunggangi awan, beriring kilau matahari. seperti dalam mimpi, ketika aku sendiri menjemput sepi. kau datang memintal benang kalut pada duri pasir tandus. dan aku sadar ini bukan mimpi, di saat fatamorgana kembali menipu. pada angin menerpa wajah dan mengantar aromamu. terhempas kemilau kerikil menembus pelupuk. mengguncang jasad rapuhku.. lalu hatiku mengucur halus, dari pori dadaku. menyeret darah tertimbun debu. kering membentuk wajahmu. tersenyum seketika hilang dari kemilau pasir. aku hanya tertegun menantimu. menguji kesendirianku pada sunyi mengekang, pada nyanyian arwah menderu angin, pada kecupan kala di bibir bumi, pada mendung belepotan, dan pada malam menancap kematian.. aku tetap sendiri.. trisuharman jakarta 11072011

pedang demaskus

bukan karena malam ini begitu dingin tapi aku menggigil melihatmu dan hati ini menjadi beku sebab pandangmu membunuh seperti pedang demaskus tajam tanpa ampun hanya karena melirik tubuhku berserakan retak dalam beku lalu mencair di selah jemarimu tak mungkin melawan apalagi berpikir menyerang karena kutahu.. itu tak berguna aku terlalu muda untuk mengalahkan sorotmu apalagi untuk bertanya di mana kau akan tidur malam ini? jakarta 19062011

Kepada Arwah Sahabat

ada getar seperti gempa mengoyak mengguncang tanpa pesan seketika senyap dalam lorong kepanaan mendobrak pintu taman lelap mencipta senyum arwah sahabat seolah memanggil kupandang tawa kecil semasa hidup lara tergerus maut pekat kesepian namun hilang pelan-pelan kemudian pecah dalam gelegar tangis menggelayut di selah labirin mimpi bersama nelangsa kuusap punggung arwah sahabat mengantar persembahan dalam sesajian keselamatan lalu kutunjukkan sosok remang-remang saat kutemui di ujung mimpi terdahulu sosok kusangka tuhan pada janji keselamatan jakarta 13062011 trisuharman

lelaki laknat

merindu kenikmatan kutarik bayangmu dalam corong ingatan kutuang pada gairah kureguk dengan garang... pada perempuan menatap kilat tajam ku biarkan dirimu bersemayam bebas membuah dimensi hasrat membara mengelus lembab tulang selangka menyibak redup cahaya bergelora pada ujung telunjuk lelah kehendak mendegus menakar nikmat walau terkatup tak semestinya pada imaji nasib lelaki termakan laknat perempuan pasrah tragedi menepi pada alam tak terkendali.. jakarta 07062011

badai api

ini bukan sekedar rindu tapi badai api pada malam-malam buta tak bersuara mengubah temaram jadi kilatan petir menggulung cakrawala menghembus nafas aku pasrah dalam surau jiwa berdoa agar rindu tak membunuh sebab senjakala masih dalam angan trisuharman Jakarta 31052011

dewi-dewi rembulan

bergumul sepi kau terasing dalam liang pengharapan.. menyulut resah kebencian terhadap malam lantas terpejam sebab, menurutmu, malam tak mampu berbagi seperti halnya hadirku sebatas menengok gelisahmu lalu pergi dalam senyum entah sedih atau bengis.. gerik yang kubaca, kau tak sudi memandang.. hanya menyeret bayangku, kau memenjaraku di sudut-sudut matamu. Berpaling.. menyembur gumam tak jelas.. memupuk hina lalu membuang bunganya ke tong sampah tapi, dihinakan olehmu adalah harapanku.. sebab, menurutku, kau adalah dewi rembulan yang diproduksi terbatas oleh tuhan.. walau senang memasung diri dalam kelam trisuharman jakarta 22 april 2011

Seperti Pulang

dia bergelora di balik senyum memaksa tulus seolah penepis segenap riuh rendah hidupnya menatap wajahnya aku seperti pulang memeluk pusara ayahku mencium gundukan tanah di atas pemakanaman nenek moyang lalu terpental dalam gemuruh bersolek pekikan binatang-binatang terbelengguh bintang-bintang 9 April 2011 jakarta Tri suharman

telepon terakhir

sahabatku.. maaf bila ku tak mengangkat teleponmu aku tak menyangka bila teleponmu malam itu adalah yang terakhir deringan yang tidak lagi menggetarkan ponselku deringan yang mengubur pecahan kisah konyol kita aku sangat menyesal...!!! Tuhan.. aku ingin menelepon sahabatku.. aku ingin menyampaikan permohonan maaf sebab kelalaianku sungguh menyakitkan! aku kangen mendengar ocehanmu sahabat.. "Mang jangan kalap mang,,," itu kata khasnya untukku.. kata-kata itu semacam bunyi-bunyian merambat dalam irama masa kecilku mengalun di balik celah kamarku bila kujengah tak bisa menutup mata tak selalu indah memang tapi seolah menyambungkan aku kedalam simpul hidup pada keceriaan yang binal.. keegoisan yang menyenangkan terlebih disaat aku belajar merokok meneguk cairan alkohol di belakang sekolah meracik butiran generik meracau sambil menikmati rujak buatanmu Oh Tuhan.. kumohon berikan nomor teleponnya padaku aku ingin mengetahui kabarnya di sana apakah sahabat baik-baik saja? bertemu k...

kepada perempuanku

aku tersungkur di punggung kakimu bersimpuh.. seperti salat jumat tempo hari.. khusyuk memohon ampun berharap mewakili tuhan kau mengabulkan doa-doaku aku memang potret buram di dasar hatimu rapuh guratannya walau kau tak bosan kembali melukisnya alurku belukar hilang ruang dalam susunan peta ptolemaeus gemar tak tahu arah bodoh menafsirkan perasaan hatiku berjamur bagai ayat-ayat mutasyabiah sarat elemen perbedaan dungu... menerjemahkan cinta dan emosi sesaat.. lalu kucium jemari kakimu persis disaat ku hendak meninggalkan ibuku mengantar beribu bait kalimat penuh kesah berbalut sesal menunggu vonis hukuman darimu mengangkat wajahku sedetik lalu berucap.... "maaf bila bibirku lebih dulu menempel di dadamu.. mendahului anak-anakmu." jakarta2702011 trisuharman

sebingkis sepi untuk sunda kelapa

semilir muson timur mengantar kita mengarung dari paotere ke sunda kelapa membawa salam kesepian para janda korban perang untuk tubuh prajurit pasrah menggantung pedang kita melenggang.. menerobos liat samudera rebah di buritan perahu kelana berselimut bau lumpur pekat lautan kita tersenyum....... tatkala percikan ombak menusuk-nusuk punggung kita mencolek pinggang kita sekenanya meremas pundak kita menggenggam perih... namun menggelikan meregang gairah saat bergumul di tanah Makassar walau tak sadar kaki mencium pantai sunda kelapa tersengat aura kejayaan maharaja purnawarman meliku di batu prasasti tarumanagara lalu kusampaikan sebingkis salam janda korban perang kepada para kuli panggul bekas bawahan sultan Jakarta 2602011 trisuharman

Di Antara Surah Yasin

paling tidak... kita tak selamanya bersembunyi dalam gelap.. menjadi penyembah kenikmatan sesaat kita akan memantik cahaya mengubur pekat nan lekat mengucapkan salam perpisahan di antara surah yasin dan bau tanah pemakaman untuk kembali mereguk kesucian melafalkan puja-puji para hafiz menanti panggilan muadzim Jakarta 0402011 trisuharman

Lelaki Terusir

tertidur dalam keadaan tak waras sehabis bercengkrama dengan arak kau terlunta memeluk kebisuan kepalamu beralas tangan rebah diatas kardus bekas yang tipis nan lembab lalu kau lelap dalam mimpi yang tenang walau sayup-sayup kau memaki dalam igauan.. nafasmu terengah ... dengkuranmu memecah kesunyian mengusik para begundal yang senang menantang malam membuat mereka memilih hengkang sambil mengumbar cacian tapi kau tetap lelap... kau lelaki terusir yang tak lagi menginjak rumah.. sebab harapmu tak lagi berada di sana walau kau sering merindukannya sehabis pagi membunuh sang malam.. Jakarta 202011 trisuharman

hephaestus

berakhir di suatu masa dikala bayangmu tak lagi merekat menusuk tak karuan dalam liang keheningan terkubur dalam kemelut bila rindu menjamahmu ... berlalu dalam kenang Kau merecoki busuknya cinta yang berbau hanguskan penciuman tak tahu malu mengurung rasa bermula menyisakan pedih jasad tak lagi sempurna layaknya hephaestus dikala zeus murka terbuang dalam selongsong bumi tak tentu arah makassar 040111 trisuharman

dialah ibuku

kutatap wajahnya yang kini digerogoti usia.. semakin dalam... semakin dalam.. kutemukan keteduhan.. dialah ibuku.. yang memakai mukenah di ruang tamu.. di saat aku pulang menantang malam.. dialah ibuku.. yang selalu tersenyum.. hangat menyapa sambil membuka pintu rumah dialah ibuku yang membangunkan aku di saat matahari menertawai tidur pagiku dialah ibuku yang menyiapkan sarapan enak di saat aku hendak beranjak kerja Ibu........ aku tahu kamu lelah meski tak pernah kau mengucapkan itu Ibu.. terimakasihku terdalam untukmu... makassar 010111 trisuharman