TENTANG BHIMA
"Nanti kukirimkanko bunga
kalau anakmu perempuan kawan," kata pria berambut lepek itu di bawah
temaram lampu sekretariat kemahasiswaan Universitas Fajar, Makassar.
Wajah tirusnya penuh kesungguhan membuat saya selayaknya bahagia—seorang kawan
begitu perhatian. Namun rupanya senyum sang kawan penuh makna yang menyulut
emosi jiwa. Huhf! Saya pun pasrah mengurut ubun. Tak mungkinlah menimpuk teman
sendiri.. HAHAHA
Ya, si kawan yang baru saja ulang tahun ke 32 ini (sudah tua sekali kau sob),
tahu betul apa yang membuat saya cemas; ANAK PEREMPUAN. Makhluk itu yang
membikin pria-pria pendosa dihantui kelakuannya sendiri.
Bukan kepedean ya, tapi saya memang tergolong banyak mantan. EHEMM..Maksudnya
mantan pembokat, mantan pembual dll.. (padahal kalau pun ada pacar kerap
diputusin bahkan ditinggal nikah hahahaha). Saya juga banyak melihat kelakuan
buruk lelaki terhadap perempuan.
Mungkin itu yang menstimulasi otak saya jadi parno bila dikaruniai anak
perempuan. Eh, bukan maksudnya gak suka perempuan ya. Saya parno kalau-kalau
anak saya digodain cowok-cowok brengsek kayak KAMU #upssmaaf
Sampai pada akhirnya pikiran saya menggila. Muncul bisikan-bisakan (Kok, jadi
serem) Maksudnya anggapan bahwa perempuan itu harusnya suci ala-ala The Holy Women karya Qaisra Shahraz.
Terhindar dari godaan syaiton yang terkutuk seperti saya. Tegak mengukuhkan
kehormatannya, juga nama baik keluarganya. Namun apakah bisa terjadi di zaman
yang snewen ini? Yang ada saya bisa jadi bapak-bapak posesif menjengkelkan.
Pemikiran itu cukup mengganggu saya. Sampai-sampai pernah kebawa mimpi di depan
rumah terdapat karangan bunga besar bertuliskan “SELAMAT ATAS KELAHIRAN PUTRI
ANDA.” Kemudian rumahku disesaki anak perempuan. Ah, Maafkan saya yang bias
gender ini!
Namun saudara-saudara, ketakutan itu adalah cerita sekitar delapan tahun lalu.
Di saat usia saya masih di awal 20-an. Usia yang masih rabun antara hitam dan
putih. Masih unyukk-unyuukkknyaa lah!! Jadi, pliss sekali lagi maafin kefakiran
ilmu saya.
Seiring usia yang makin muda (baca tambah keren, no tambah tua ya!) Otak saya
jauh lebih berkembang terhadap karunia Tuhan. Jadi saya tak peduli lagi apakah
nanti diberi anak laki atau perempuan. Yang penting sehat dan tentunya cakep
seperti saya HAHAHAHAHA.
Soal kesucian, biar mengalir dalam ilmu yang kutanam ke lubuk hatinya kelak.
Yang pasti, sabda nabi dalam kitab... ah, skipp..skippp skipp..sori ya, kebawa
suasana kebatinan. Ehem
***
Alhamdulillah, saya dan istri
dikaruniai anak yang lahir Kamis, 8 September 2016. Dan kebetulan dia bukan
lawan jenisku, tapi bocah LAKI-LAKI kawan!
Si bayi lahir di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang, pukul 08.39 WIB.
Melewati penantian di pagi yang cukup panjang dari pagi-pagi yang pernah saya
lewati (walau sebenarnya saya jarang melihat pagi).
Semakin penasaran karena emaknya tak boleh ditengok di ruang operasi. Untunglah
suara si bocah melengking seperti Steven Tyler. Menembus tembok dingin rumah
sakit. Mengaung di antara sudut-sudut koridor. Sampai-sampai kaca retak (sori,
abaikan kelebayan ini!).
Sayangnya, saya tidak mendengar teriakannya lantaran sibuk hapean (maaf nak).
Saya baru sadar si anak brojol setelah seorang tante-tante yang duduk di
deretan kursi tunggu menegur saya, "Udah lahir tuh." WHAT? (Sambil
mulut menganga).
Suster pun datang, "Eh, bokapnya mana??" Maaf kalimatnya dipelintir
sus heheh. Saya bergegas masuk ke ruangan operasi dengan jantung dag dig dug. Kulihat dia terbaring di
atas bangsal berkain putih. Tubuhnya tampak lemah. Hmmm Tunggu! ternyata salah,
itu pasien lain (pantes kakinya berbulu bro wkwkwkw).
Kalau anak saya (cye anak saya) berada di ruang sebelah. Makin dag dig dug jantung ini saat menyaksikan
susternya. Maksudnya RUANGANNYA dari luar. Semakin dekat, perasaan kok, makin
aneh ya, entah terharu entah gembira. Bingung kayak tak percaya. F**K! SAYA
SUDAH JADI BAPAAAK!!! #tepoksust*r #ehmaaf
Seandainya ini Tri yang dulu,
mungkin akan jingkrak-jingkrak sembari teriak SIMPAN KARANGAN BUNGAMU ITU BRO!!
SIMPAN NIAT BURUKMUU... YEYEEE YE YEEEE. Namun karena ini Tri yang sekarang,
saya pun bingung saat di suruh adzan di telinga si baby. Tenang- tenang, sudah
biasa bos #perbaikiletakpeci
Si bocah mirip sangat sama saya. Cuma saya masih lebih tampan dikit lah (hehe
masih saja tidak mau kalah). Hidungnya saja yang persis emaknya HAHAHAHA
(Terima beib). Tapi tetaaap caakeeep broo. Alhamdulillah ya Allah!.
Maka saya beri nama belakang Sugidinawa. Sebuah kata sifat yang berasal dari
bahasa Mandar, suku saya, yakni sugi dinawa-nawa. Yang artinya kaya dengan
kreativitas, kaya pemikiran, kaya dengan imaji. Ini adalah salah satu sifat
jika hendak memimpin Mandar di zaman dahulu. Sedangkan emaknya kasih nama
Bhima, salah satu putra pandawa. Jadilah BHIMA SUGIDINAWA.
Nama adalah doa, seperti halnya untuk Bimo, panggilan si bayi. Kami berdoa agar
dia menjadi manusia yang kuat seperti Bima. Kreatif dan pemikir seperti sifat
pemimpin Mandar. Agar dia mampu menciptakan banyak hal tak hanya untuk dirinya,
tapi juga untuk banyak orang.
Tak kenal kalah walau dunia sering kalap. Jauh dari jalan pintas apalagi
korupsi. Selalu bisa membawa kebaikan di dunia yang semakin rapuh ini. Dunia
yang penuh dengan dera duka dan suka.
Welcome to the world babyhhh
Untuk si kawan, lain kali boleh bawa bunga yaa heuheheue
Tri Suharman
16 September 2016
Komentar
Posting Komentar