Postingan

Perempuan Super itu Telah Pergi

Gambar
Baru beberapa jam dapat kabar paman meninggal, Ibu saya menelepon mengabarkan Nenek saya, Sitti Hadijah, juga ikut berpulang pada Rabu 30 Oktober 2024, sekitar pukul 13.30 WITA. Saya hancur mendengar kabar ini. Nenek Hadijah adalah ibu dari ibuku yang tahun ini genap berusia 88 tahun. Kami, cucu-cucunya, tetap memanggilnya "Ibu" atau “Nenek Ibu”. Mungkin karena sering mendengar ibu saya dan saudara-saudaranya menyebut Nenek dengan panggilan Ibu. Bagiku, Nenek Ibu, adalah perempuan super. Ia bisa mengerjakan pekerjaan berat seorang diri hingga usia senja. Bukan semata soal ekonomi, tapi dia seorang yang memang pekerja keras. Nenek Ibu adalah seorang pedagang dan juga petani. Ia menjajakan hasil bumi dari satu pasar ke pasar lainnya. Membawa dagangannya dari kampung lalu menjualnya ke pasar di kampung seberang. Hasil penjualan lalu digunakan untuk membeli hasil bumi lainnya lalu dijual di pasar lainnya.  Ia berangkat di pagi buta bersama rombongan penjual dengan menggunakan mob...

Hilang Satu Generasi

Gambar
Hari ini saya dapat berita yang sangat sedih. Paman saya, Hasanuddin, meninggal dunia di kediamannya di Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu dini hari sekitar pukul 03.00 WIB. Paman memang sudah berpuluh tahun tinggal di Tanah Jawa. Meninggalkan kampung halaman di Mandar karena merantau dan menikah dengan wanita berdarah Madura. Itulah mengapa dia lebih senang dipanggil Pakde, panggilan paman tertua dalam bahasa Jawa. Saya menelepon Ibu saya di kampung untuk memberitahu kabar duka itu. Lalu saya mencari tahu siapa sebenarnya Pakde ini dari informasi yang pernah didengar ibu saya. Maklum, silsilah keluarga kami tidak tertulis dengan rapi sehingga kadang lupa urutannya. Saya juga tidak terlalu mengenal dekat beliau karena sejak kecil berbeda tempat di perantauan. Beliau di Jawa, saya di Sulawesi. Setelah besar saya ke Jakarta, beliau tetap bermukim di Sidoarjo. Ibu saya bilang, Hasanuddin adalah lulusan pelayaran. Dia menahkodai kapal-kapal besar yang lalu lalang baik di dalam dan luar negeri. Di ...

Jadi Menteri Gara-gara Terlambat Bangun

Gambar
Suatu hari, pertengahan 2014, saya ketemu blio di sebuah tempat di Slipi. Senyumnya lebar dan begitu hangat. "Bagaimana dinda." katanya sambil menepuk bahu kiri saya. Ini kali pertama saya bertemu dengannya, setelah seorang penegak hukum digelandang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kerena menerima suap dari banyak pejabat. Dia sempat menghilang saat kasus si penegak hukum itu jadi sorotan. Maklum saja, namanya sempat muncul dalam pusaran kasus tersebut. Melalui seorang kawan, saya akhirnya kembali bertemu. Lambat laun blio bercerita soal kasus yang nyaris membuatnya berbaju oranye. "Hampir saja habis karirku." kata dia sambil tepok jidat. Betul-betul saya ditolong Tuhan. Saya berusaha menyimak ceritanya. Sempat juga bertanya-tanya mungkinkah dia memang beruntung? entahlah. Jadi, di hari penegak hukum itu ditangkap KPK, blio juga sedang bersiap menemui si penegak hukum tersebut. Sebuah tas berisi fulus sudah disiapkan. Mereka sudah janjian pada pag...

Karena Merokok itu Kere(n)

Gambar
  Saking adiktifnya saya, pernah deteksi asap sebuah hotel berdering karena pengen banget melahap asap di pagi buta. Siapa yang tidak kenal Slash, pria berambut kriwil dengan kepala ditimpa topi pesulap. Gitaris Gun's N Roses ini idola saya waktu abege, dan mungkin sebagian besar remaja terbitan 90-an. Posternya menenteng gitar, dengan rokok yang nyempil di bibir, menghiasi dinding kamar saya yang mungil di kampung halaman. Bicara ukuran poster, mungkin lebih gede dari poto presiden di kantor Kelurahan, eh presiden saat itu siapa ya?  #maaffaktorusia Saban pagi, sebelum ke sekolah, saya kerap memelototi gayanya yang superkeren itu. Dan tak lupa belajar keras memainkan gitar, meski PR sekolah masih saja belum terjamah. Yang di kepala, pengen banget jadi gitaris sehebat dia. Cita-cita saat kecil lainnya pun bodoh amat! Rupanya, menjadi gitaris mungkin bukan nasib saya (menyalahkan nasib hehe), saya gagal meniru kehebatan sang idola kawan-kawan. Pun band yang saya rintis, hanya b...

Nama Jawa dan Orde Baru

Gambar
  Oo kamu orang Sulawesi? Kok namanya Jawa? Itu kalimat yang sering saya terima ketika berkenalan dengan seseorang. Bosan juga, makanya saya jawab dengan cepat, “Saya korban Orde Baru!”. Mereka lalu tertawa padahal itu tidak lucu. Nama saya berasal dari almarhum bapak yang dulunya serdadu. Saya tak tahu alasan pasti bapak memberi nama itu karena sudah meninggal waktu saya di bangku SD. Namun menurut mamak, nama saya diambil dari atasan bapak yang orang Jawa. Sedangkan paman saya bilang, itu tak sekedar mencaplok nama atasan. Bapak saya juga berharap nama itu membuat saya tidak jadi pengangguran. Lho apa hubungannya? Paman saya yang tak lain adik mamak itu lalu bercerita, di zaman Orde Baru rasisme sangatlah kuat di pemerintahan. Selain keluarga pejabat dan berduit, faktor lain yang membuat orang mudah lulus PNS adalah Jawa. Makanya bila kamu tak berasal dari sana, setidaknya namamu Jawa. What the hell? Saya sebenarnya menganggap alasan ini agak konyol. Kok, nama bisa jadi persoalan...

Angie dan Jumat Keramat

Gambar
Angelina Sondakh akhirnya bebas dari penjara hari ini. Ingatan saya lalu terlempar 9 tahun lalu, tepatnya Jumat 27 April 2012, ketika menyaksikan Puteri Indonesia 2001 itu digelandang ke tahanan KPK. Ia berkebaya putih dengan hiasan bunga di atas dadanya. Kendati tersenyum, Angie tak bisa menyembunyikan wajahnya yang sembab. Seperti habis menumpahkan air mata. Itulah akhir kisah Angelina sebagai politikus akibat terjerat korupsi.  Berita tentang penahanan Angie terus menghiasi media massa di Tanah Air. Saban hari saya menulis tentang perkembangan kasusnya. Hingga pada 4 Mei 2012 giliran saya mengisi Teras Kuningan di Koran Tempo. Rubrik ini tiap pekan mengulas peristiwa-peristiwa di KPK dan PN Tipikor yang berlokasi di Kuningan. Saya usulkan sebuah angle liputan yang unik tentang hari spesial sekaligus nahas bagi koruptor yakni hari jumat. Ada apa dengan hari jumat? hari itu banyak koruptor yang dikerangkeng KPK dibanding hari lainnya.  https://nasional.tempo.co/read/401681/ad...

Kelas Amarzan

Gambar
Foto: FB  Amarzan Loebis Walaupun lelah seharian liputan, mata akan tetap terbelalak bila Amarzan Loebis mengisi kelas di meja redaksi Tempo, Velbak, Jaksel. Sebab dia bisa mendadak menunjukmu untuk menjelaskan tentang suatu hal. Bila tidak mengikuti penjelasan sebelumnya, jadilah kamu hanya melongo bak keledai di depan beliau. Namun kelas Amarzan tidak pernah membosankan. Itu karena beliau memiliki segudang ilmu jurnalistik, pengalaman yang sangat luas, cerita-cerita lucu, serta ketajaman mengkritisi tulisan-tulisan di koran maupun di majalah Tempo. Saking tajamnya, si penulis bisa dibikin tak tidur semalaman setelah kena kritik Amarzan. Amarzan adalah satu dari sekian potret manusia-manusia cerdas yang pikiran dan badannya sempat dibelenggu Orde Baru. Lantaran pernah menjadi redaktur di Harian Rakjat, Amarzan juga terseret tuduhan komunisme. Sebagian hidupnya dihabiskan di Pulau Buru, Maluku, tanpa proses peradilan yang jelas. Sekali dia bercerita soal pengasingannya itu, Amarzan...